DI BUKIT MADURA


 

DI BUKIT MADURA

Oleh: Funky Zubair Affandy


Panas kerontang teman nelayan sisir laut

jala dijinjing diatas sampan 

doa dirapal 


Anak dan keluarga dikejar ombak riuh

angin mengejar dari belakang


Mengerlap bahu petani ojheng keringat harap 

dan arah cangkul menjadi rumah kala hujan 

menjadi tanda sepasang tubuh memar dibajak koin kerikan


Kehidupan yang masih sempurna 

tatanan tetap terjaga

Madura ditanam menjadi hiasan karangan sudut-sudut rumah


Madura

Adalah kolam susu siapa yang tidak tahu 

dengan biru buminya madura tidak stroke, kanker, iri dan dengki, impotensi dan penyakit gensi


Di bukit Madura

Aku membaca puisi 

aku melihat kehidupan yang tentram 

jauh dari polusi 

jauh dari erupsi 

jauh dari korupsi 

jauh dari caci maki 

jauh dari cuci tangan kambing hitam 

jauh dari penguasa yang kejam

jauh dari tatanan masyarakat yang dangkal


Pasir pantai yang panjang gemuk akan belaian air bibir pantai yang beradu mesra dengan burung-burung kicau


Batu karang yang kokoh 

populasi ikan-ikan tertata dari kampung-kampung

dusun 

desa 

kabupatan dan kota


Dari bukit Madura 

Jelas terdengar suara panggilan shalat anak-anak kecil membaca shalawat 

dan para bapak tua menyenandung pojokan rumah reot


Sesama kerabat, tetangga dijaga

Jaga mulut jaga hati 

senantiasa sabar dalam diri


Puisi ku terbentur sapi kerapan memanggil senyum pada pipinya yang ranum


Sapi kerapan itu menari-nari mengelilingi kota dengan suara kaki-kaki mirip seperti ringkikan rindu kekasih pada malam hari


Madura 

Adalah rumah-rumah topi menunduk depan 

halaman luas tetanaman tumbuh tanah subur mengali air sumur 


Kucur slamatan dan ketan menabung persaudaraan mengiring doa-doa ke tanah nenek moyang 


Disini Madura

Sawo matang, kuning telur dan putih kulit tidak dibedakan


Madura mengenal adat persaudaran yang kental

Madura mengenal cinta yang panjang

Madura mengenal kasih dan sayang

Madura tempat teduh yang nyaman

Madura pulau dengan segala keharmonisan

Madura adalah celurit terpampang diatas ubin kamar simbol ketawadhuan


Di bukit Madura

Puisiku dibawa semilir 

angin tertiup salam dari sakera bapak dengan kumis tebal 

tokoh madura yang dikenal


Dari bukit Madura aku melihat

Para tokoh masyarakat, kyai dan ustadz mengangkat tangan setiap pertiga malam 

doa-doa mereka melintasi langit 

Berbinar layaknya bintang gemintang


Rakyat atas bawah menyatukan tangan memajukan pendikan, kebun, pasar, toko-toko klontong, dan masuk ke dalam penjual asongan


Madura 

Adalah waktu yang sampai tuhan menjanjikan 


Madura 

Adalah ruang dengan segala


Madura

Pada puisiku berkumandang.


Rumah Teater, Juli 2020

Diberdayakan oleh Blogger.